Selasa, 02 Oktober 2007

Menyikapi Perbedaan Idul Fitri

oleh: Idris Hemay
Peneliti di Center for the Study of Religion and Culture (CSRC), UIN Jakarta

Penetapan Hari Raya Idul Fitri 1428 H kembali menjadi kontroversi karena adanya kemungkinan adanya perbedaan hari jatuhnya perayaan tersebut. Muhammadiyah telah menetapkan bahwa Idul Fitri jatuh pada tanggal 12 Oktober 2007. Sedangkan NU belum menentukan kapan Idul Fitri akan dilaksanakan mengingat penentuan 1Syawal menggunakan sistem rukyat, dan baru bisa dipastikan pada 11 Oktober mendatang. Karena itu, perbedaan pandangan tersebut menarik dicermati dan dikaji lebih jauh.

Secara umum, perbedaan tersebut dilatarbelakangi oleh perbedaan interpretasi terhadap dalil Alquran dan hadis. Sebetulnya dalil yang digunakan dalam hal ini sama, tetapi interpretasi dan pendekatan terhadapnya berbeda. Yang satu menggunakan pendekatan rukyat, sementara yang lain menggunakan pendekatan hisab. Karena pendekatannya berbeda maka hasilnya pun berbeda. Dalam hemat penulis, hal itu wajar mingingat Islam di Indonesia adalah plural. Plural dalam arti pemahaman daninterpretasi terhadap ajaran Islam itu sendiri bermacam-macam.

Jangan terjebak
Dalam menyikapi perbedaan tersebut kaum Muslim Indonesia tidak perlu terjebak pada arogansi teologis sehingga merasa paling benar. Klaim kebenaran seperti ini tidak sesuai dengan semangat fitri (kesucian) yang menjadi dasar Idul Fitri, dan menyimpang dari ajaran Islam yang menekankan rahmatan lil alamain. Filosof Muslim, Ibnu Arabi, pernah menyindir mereka yang merasa peling benar dengan mengatakan, Siapa yang mengetahui Tuhan dan tidak berpaling dari pengakuan itu, maka sesungguhnya ia tidak mengetahui apa-apa karena yang mengetahui Tuhan hanyalah Tuhan itu sendiri.

Karena itu, jangan sampai ada satu komunitas agama di negeri ini yang berhak mengklaim bahwa komunitasnyalah yang paling benar dalam menetapkan Idul Fitri. Kebenaran sejati hanyalah milik Tuhan, sedangkan manusia hanya mencari titik simpul kebenaran, dan yang ditemukan manusia belum tentu sebuah kebenaran absolut. Dalam perspektif ini, menyikapi perbedaan pandangan tentang Hari Raya Idul Fitri, sebaiknya kaum Muslim membiarkan semua itu berbeda.

Dalam konteks perbedaan ini, penulis teringat dengan komunitas lokal di Madura, yaitu di daerah Karai, Kecamatan Ganding, Sumenep, yang terbiasa berbeda dalam melaksanakan ibadah puasa dan Idul Fitri. Hampir puluhan tahun komunitas ini akrab dengan perbedaan tersebut. Namun, perbedaan pelaksanaan puasa dan Idul Fitri dalam konteks lokal ini berjalan dengan tertib, aman, dan berjalan damai, tanpa mengedepankan kekerasan.

Perbedaan pelaksanaan Idul Fitri baik di tingkat lokal maupun nasional tidak bisa dipungkiri keberadaanya. Namun, yang penting kaum Muslim Indonesia berhati-hati menyikapinya, dan setidak-tidaknya mengedepankan sikap perdamaian. Selain itu juga perlu menghindari arogansi, anarkhis, dan menggunakan cara-cara kekerasan dalam menyikapi perbedaaan tersebut. Kalaupun nanti terjadi perbedaan jangan sampai di antara umat Islam terjadi pertikaian dan kekerasan dalam menjalankan Idul Fitri.

Sepakat semua benar
Menarik dicatat pendapat Quraish Shihab yang ikut urun rembuk dengan pemerintah dan tokoh-tokoh Islam dalam penetapan Idul Fitri. Ia mengatakan bahwa walaupun perbedaan itu terjadi, tetapi harus bersepakat bahwa semuanya adalah benar. Sehingga, demikian kata Quraish Shihab, jika terjadi perbedaan Idul Fitri jangan pernah menganggap ada yang salah dan ada yang benar (Republika 25/09/07). Karena kalau itu yang terjadi maka pertikaian antara kelompok yang beberda tidak bisa dielakkan keberadaanya. Ketika pertikaian yang terjadi, maka kekerasan yang berjalan. Hal itu tidak sejalan dengan semangat Islam yang mengedepankan perdamaian antarsesama.

Umat Islam juga harus membangun sikap toleransi dalam menyikapi perbedaan Idul Fitri. Sikap toleransi ini perlu dijunjung tinggi. Bhineka Tunggal Ika merupakan semboyan negeri ini yang menyatakan keanekaragaman orang, sosial, budaya, agama, dan lain-lain yang mengisi bumi pertiwi ini. Perspektif Michael Walzer (1997) menggambarkan bahwa toleransi sebagai sebuah keniscayaan baik dalam ruang individu maupun ruang publik mengingat salah satu tujuan toleransi adalah upaya membangun hidup damai (peaceful coexsistance) di antara pelbagai kelompok masyarakat.

Masih menurut Walzer, toleransi mampu membentuk berbagai sikap, antara lain sikap untuk menerima perbedaan, mengubah penyeragaman menjadi keragaman, mengakui hak orang lain, menghargai eksistensi orang lain, dan mendukung secara antusias terhadap perbedaan budaya dan keragaman. Dalam hal ini, tentu saja perbedaan pelaksanaan Idul Fitri ikut menjadi hal yang harus dihargai keberadaannya.

Memang tidak bisa dipungkiri sejak tahun 1990-an hingga kini, perayaan Idul Fitri secara bersamaan sulit terlaksana di Indonesia. Karena itu pula, mau tidak mau umat Islam Indonesia harus rela dan siap merayakan Hari Raya Idul Fitri secara serentak namun juga harus rela dan siap melaksanakan perayaan Idul Fitri secara berbeda.

Dalam konteks ini, yang perlu dikembangkan ke depan adalah perbedaan tersebut perlu dijewantahkan dalam hal-hal yang positif; dan tidak dalam hal yang negatif. Tentunya, perwujudan positif dalam menanggapi perbedaan itu bisa berupa sikap saling menghargai perbedaan yang ada dan membangun toleransi antarsesama umat. Sehingga dengan demikian, semangat fitri yaitu kembali ke yang suci (fitrah) akan melekat pada diri kita semua. Selain itu, yang paling penting dalam menyikapi perbedaan ini adalah membangun persatuan bangsa Indonesia di atas keragaman. Karena hal ini pula, yang menjadi semangat dan melanggengkan kebangsaan kita selama ini.

Meskipun masih terjadi perbedaan soal Hari Raya Idul Fitri, kita tetap perlu mengembangkan Islam yang menghargai perbedaan dan toleran, serta munjunjung tinggi keutuhan dan kesatuan bangsa Indonesia. Kita harus hidup bersama dalam keberbedaan sehingga mampu bersikap toleran dan membiarkan berbeda dalam kedamaian.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

waah, kuliah terakhir sebelum lebaran tentang penentuan iedul fitri sangat sangat mencerahkan buat sayah ^^. selain berguna utk diri sendiri, pengetahuan ituwh juga bisa sayah share ke teman-2 yg masih bingung mau lebaran hari jumat atau sabtu :)