Jumat, 25 Januari 2013

Bukti Dahsyatnya Silaturahim


REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pentingnya berkomunikasi atau silaturahim, dijelaskan Prof H Deddy Mulyana MA Ph D, Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran BandungProf Deddy kemudian mengungkapkan beberapa contoh hasil penelitian.

Pada abad ke-13, Penguasa Sicilia melakukan percobaan dengan memasukkan sejumlah bayi ke labotatorium. Bayi-bayi itu dimandikan dan disusui oleh ibu-ibu mereka, tapi tidak diajak bicara. Akibatnya sangat mengejutkan. Semua bayi dalam percobaan itu mati.

Tahun 1915, seorang dokter di Rumah Sakit John Hopskin menemukan 90 persen dari semua bayi di Panti Asuhan Baltimore, Maryland, meninggal dalam satu tahun. Tahun 1944, seorang psikolog menemukan 34 dari 91 anak panti asuhan yang diamatinya juga meninggal.

Menurut Prof Deddy, korelasi positif antara komunikasi yang efektif (tulus, hangat dan akrab) dengan usia panjang juga telah didukung oleh penelitian terbaru yang dilakukan Michael Babyak dari Universitas Duke dan beberapa rekannya dari beberapa universitas di Amerika Serikat.

Lewat penelitian yang melibatkan 750 orang kulit putih dari kelas menengah sebagai sampel dan memakan waktu 22 tahun, para peneliti menemukan orang-orang yang berkomunikasi kurang efektif (tidak suka berteman, memusuhi dan mendominasi pembicaraan) berpeluang 60 persen lebih tinggi menemui kematian pada usia dini dibanding orang-orang yang berperilaku sebaliknya (ramah, suka berteman, berbicara tenang).
Bahkan, pelaku penembakan yang dilakukan seorang mahasiswa S3 di sebuah perguruan tinggi di Amerika Serikat yang menewaskan banyak orang tahun lalu, kata Deddy, berlatarbelakang orang tua yang tidak suka bergaul.
Ia menjelaskan, tidak sulit menduga watak tertentu menimbulkan respons tubuh tertentu pula. Misalnya, kita bisa melihat reaksi tubuh bagian luar orang yang sedang marah: muka merah, mata melotot dan berwarna merah, badan gemetar, berkeringat, kulit menegang dan gigi bergemeletuk.

Dalam konteks ini, sambung Deddy, Babyak dan kawan-kawannya menduga, orang-orang dari golongan pertama secara kronis lebih cepat dibangkitkan dan  terkena stres. Hal itu membuat mereka menghasilkan lebih banyak hormon stres yangg merugikan dan lebih berisiko terkena penyakit jantung.

Semua hasil penelitian di atas, kata Deddy Mulyana, sebenarnya memperkuat hadis Nabi Muhammad saw yang diriwayatkan Muslim, Bukhari dan Abu Dawudyang artinya, ''Barang siapa yang senang untuk dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung (tali) silaturahim.''

Yang menarik, kata dia, teori silaturahim atau berkomunikasi ini sudah diungkapkan sang ilmuwan sejati, Nabi Muhammad saw, 14 abad yang lalu. ''Berbahagialah orang yang senang bersilaturahim,'' jelas Deddy pada Launching dan Bedah Buku 'Berhenti Kerja Semakin Kaya' di Jakarta Rabu (23/1) malam.

"Guru, aku ingin membaca!"

JAKARTA, KOMPAS.com - 
Teriakan itu tak pernah dilupakan oleh Ellia Sylviana Dewi. Meski sudah menunaikan tugasnya sebagai peserta program Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM3T) di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), kalimat itu menginspirakan semangat yang tak pernah padam bagi dirinya.
Pengalaman pahit dan manis, tetapi menarik, dialaminya saat bertugas selama setahun di kawasan timur Indonesia itu. Namun, semangat anak-anak malah mengajarkan agar semangat mereka tidak surut dalam mengemban tugas ini.
"Membaur dengan warga adalah nyata. Waktu kami tiba di sana, ada murid yang teriak 'Guru, aku ingin membaca!'. Mereka begitu bersemangat, walaupun saya tahu tidak tersedia sarana pendidikan disana. Kami pun akhirnya menggunakan media seadanya," ungkap Ellia dengan logat Kupang yang masih khas.
Saat mengajarkan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), alumni Universitas Negeri Surabaya (Unesa) pun harus memutar otak untuk mencari barang-barang yang tersedia untuk menggantikan kebutuhan sarana mengajar.
"Untuk kegiatan laboratorium, kami tak punya gelas kimia untuk percobaan, maka kami pakai saja botol-botol bekas minuman ringan toh, ini semua bisa dipakai," tambahnya.
Rekan Ellia, Arsyah Prananda, juga berbagi kesan mendalam yang diperolehnya dari pengalaman di NTT dalam workshop 'Sarjana Mendidik Pelosok Negeri' di Hotel Prasada Mansion, Jakarta Selatan, Rabu (21/11/2012). Arsyah yang bertugas di Sumba Timur bahkan hampir menitikkan air matanya.
"Mengajar di pedalaman, memang keinginan kami sendiri. Saya bertugas mengajar di SMP Negeri 1 Paberiwai, Sumba NTT. Memasuki daerah ini sungguh sulit. Sempat kaget yang pertama kami lihat adalah begitu banyak bukit, masuk ke dalam pun medannya sulit dijangkau walau dengan kendaraan khas NTT, Otto, tapi kamu pun mampu melaluinya," tutur Arsyah.
"Meski demikian kami merindukan ketenangan mengabdi disana. Percayalah, guru-guru di sana dianggap sejajar dengan tokoh masyarakat terhormat," tambahnya kemudian.
Namun, alumni Unesa ini pun belajar semangat dari anak-anak didiknya. Perjalanan sulit untuk mencapai sekolah tak hanya dialami para calon guru seperti dirinya. Para siswa pun membutuhkan waktu berjam-jam untuk sampai di sekolah.
"Mengajar disana, perlu kesiapan mental dan fisik yang kuat. Bukan hanya kami tetapi murid-murid kami juga sama. Pernah kami ikut mengantar mereka dari rumah sampai sekolah. Di rumah orangtua sudah selesai mendandani anaknya, tapi apa mau dikata, dalam perjalanan, mereka tetap harus membuka celana dan sepatu mereka, karena harus menyebrang sungai," paparnya lagi.
Sangking sayangnya dengan murid-murid disana, Arsyah mengaku rela kembali menjalani tugas sebagai guru di daerah tersebut. Dia mengaku sangat terkesan dengan kebaikan warga yang ditemuinya.
"Setelah kami tiba di kota, kami benar-benar rindu mereka, kami rindu membaur dengan warga, rindu ketenangannya," ungkapnya.

Meneladani Kepemimpinan Rasulullah saw

Oleh:  Prof Dr Imam Suprayogo

REPUBLIKA.CO.ID,
Pada peringatan Maulud Nabi saw seperti sekarang ini, banyak hal yang perlu diambil pelajaran, terutama oleh para pemimpin bangsa ini. Nabi Muhammad saw adalah sosok pemimpin yang sukses. Beliau mengubah masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat yang hidup secara damai, aman, dan sejahtera. 
Tentu, kapan dan di mana pun, bukan pekerjaan mudah untuk melakukan perubahan masyarakat dalam waktu yang singkat namun sedemikian mendasar itu.
Perjuangan nabi dibagi menjadi dua fase, yaitu fase di Makkah dan kemudian dilanjutkan di Madinah. Setelah kurang lebih 13 tahun di Makkah dan dihitung hasilnya kurang maksimal, maka nabi mengambil kebijakan strategis, yaitu hijrah ke Madinah.
Perpindahan itu bukan pekerjaan mudah. Apalagi antara Makkah dan Madinah cukup jauh jaraknya. Sekarang saja, dengan kendaraan bus atau taksi harus ditempuh selama 5 hingga 6 jam. Tentu kepindahan itu sangat berat sekali, tatkala belum ada kendaraan seperti sekarang ini.
Tapi, pemimpin harus berani mengambil keputusan, apapun beratnya. Dalam perjuangan, tatkala di suatu tempat sudah tidak mendapatkan hasil maksimal, dihitung-hitung tantangan menjadi semakin berat, Rasul memelopori untuk berpindah, meninggalkan tanah kelahirannya, Makkah.
Nabi melawan naluri kemanusiaan, sekalipun tempat kelahirannya, dan begitu pula Ka'bah, Arafah dan Mina sebagai pusat kegiatan ritual berada di sekitar Makkah, beliau hijrah ke Madinah.
Memperhatikan peristiwa hijrah dan dikaitkan dengan persoalan terkini di ibu kota, tatkala penduduk Jakarta sudah sedemikian padat, sehari-hari macet, dan banjir, belum lagi polusi dan lain-lain, mestinya para pemimpin negara ini berani mengambil keputusan, sebagaimana dilakukan Rasulullah saw.
Memindahkan ibu kota memang sulit dan beresiko. Tapi resiko dan kesulitan berpindah itu juga telah dialami oleh sang pemimpin 14 abad yang lalu. Ketika sehari-hari, merasa sedemikian beratnya hidup di Jakarta, para pemimpin bangsa ini segera mengambil keputusan, pindah.
Semakin cepat semakin baik. Kelambatan dalam mengambil keputusan akan berakibat biaya dan resiko semakin mahal dan berat. Banyak orang berspekulasi, masing-masing akan berusaha untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Selain tauladan tentang keberanian menanggung resiko, dari proses berhijrah saja, tidak sedikit nilai-nilai yang seharusnya diambil para pemimpin dan pejabat. Ada kisah menarik di dalam perjalanan Nabi saw bersama sahabat dari Makkah ke Madinah.
Tatkala mengalami kehabisan bekal: beberapa sahabat kehausan serius, sementara di kanan kiri jalan tidak terdapat air. Kebetulan tidak jauh dari tempat yang dilewati itu, menurut suatu kisah, terdapat rumah penduduk yang juga tidak memiliki air, tapi punya kambing betina kurus yang tidak mungkin bisa diperas susunya.
Apa boleh buat, nabi meminta izin pemiliknya untuk memeras susu kambing tua dan kurus itu, sekiranya bisa digunakan untuk menghilangkan rasa haus bagi semua yang ikut dalam rombongan perjalanan itu.
Dikisahkan, semula pemilik kambing menolak dengan alasan tidak mungkin kambing seperti itu mengeluarkan air susu. Setelah berdialog, pemilik kambing mengijinkan. Tak diduga, kambing tua dan kurus itu mengeluarkan air susu. Satu demi satu para sahabat dipersilahkan meminumnya, termasuk pemilik kambing itu sendiri. Setelah semua kebagian, maka giliran terakhir, nabi meminumnya.
Dalam suasana kepepet, merasa haus, nabi tidak mengajak para sahabat untuk berebut. Nabi mengerjakan sendiri, memeras susu kemudian membagikannya. Ketika membagi, sebagai pemimpin, nabi tidak mengambil terlebih dahulu, sebaliknya justru yang terakhir.
Umpama cara-cara seperti ini juga dilakukan para pejabat dan pemimpin bangsa ini, yaitu mendahulukan orang lain daripada dirinya sendiri, maka kehidupan ini akan menjadi damai. Mereka tidak perlu harus berebut, sebab semua telah memikirkan kebutuhan orang lain. Wallahu'alam.

Rabu, 23 Januari 2013

Banjir Kaum Saba

Oleh:  KH Achmad Satori Ismail

REPUBLIKA.CO.ID, 
Kisah tentang banjir, beberapa kali disebutkan di dalam Alquran. Mulai dari banjir di zaman Nabi Nuh AS, hingga banjir besar yang menimpa kaum Saba. Dalam Alquran disebutkan, banjir dan berbagai musibah yang dialami umat manusia disebabkan oleh ulah tangan-tangan manusia sendiri. Mereka bukan melestarikan, melainkan merusak lingkungan.

Salah satunya adalah kisah tentang banjir besar yang dialami kaum Saba. Lihat Alquran surah Saba [34]: 15-17. Dalam ayat tersebut, Allah menceritakan bahwa penyebab utama musibah dan banjir yang dialami kaum Saba itu adalah rusaknya lingkungan akibat pelanggaran yang mereka lakukan.

Berawal dari pelanggaran ajaran agama, yang kemudian merembet pada persoalan lain, sehingga merusak lingkungan. Seperti, melanggar peraturan izin mendirikan bangunan (IMB), melakukan pencemaran dengan membuang limbah dan sampah sembarangan, dan pembalakan hutan secara liar.

Saba awalnya adalah negeri yang penuh keadilan dan kesejahteraan. Namun, negeri itu berubah menjadi rusak akibat ulah penduduknya. Allah telah menciptakan alam ini dengan ukuran dan karakteristik tertentu. (QS al-Qamar [54]: 49). Manusia diperintahkan untuk menjaganya demi kehidupan yang baik, aman dan damai bagi seluruh makhluk hidup. (QS al-Furqan [25]: 2).

Lingkungan alam akan selalu seimbang bila tidak ada unsur perusakan oleh manusia. Keseimbangan alam akan terjaga bila semua unsur dan faktor lingkungan terpelihara dengan baik. “Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.” (QS al-Hijr [15]: 19). 

Ayat ini menegaskan bahwa gunung-gunung dan laut diciptakan untuk menjaga keseimbangan Bumi. Tumbuh-tumbuhan diciptakan untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup. Berbagai macam tumbuhan diciptakan sesuai dengan keseimbangan lingkungan.

Pencemaran adalah suatu bentuk kejahatan yang dilakukan manusia akibat perusakan terhadap keseimbangan sistem ekologi. Kerusakan di bumi akibat tangan manusia dan pelanggaran hak-hak manusia seperti pembunuhan, kezaliman, penganiayaan, dan pencemaran. (QS al-A'raf [7]: 85).

Untuk itulah kita wajib mengajak dan memelopori umat untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah dan menggerakkan umat untuk memelihara lingkungan. Pertama, menjaga kebersihan dan menghindari pencemaran lingkungan. Kedua, menggalakkan penanaman pohon dan tidak membiarkan lahan tanpa tanaman.

Ketiga, memelopori penghematan dalam penggunaan energi, air, dan BBM. Keempat,  membudayakan pembuatan biopori dan sumur resapan di semua kalangan masyarakat. 

Ketika kita bersama-sama memelihara lingkungan maka akan tercipta lingkungan yang sehat dan aman. Dengan demikian, maka berbagai pencemaran lingkungan, banjir, tanah longsor, dan berbagai bencana lainnya, akan mudah teratasi. Itulah salah satu dari tujuan penciptaan manusia, yakni melestarikan dan mengelola alam ini dengan sebaik-baiknya. 

Hikmah di Balik Kisah Nabi Khidir


Oleh Afriza Hanifa
REPUBLIKA.CO.ID,  Terdapat banyak hikmah dari kisah Khidir , salah satunya, yakni menuntut ilmu. Dalam Islam, menuntut ilmu merupakan perkara wajib. Tampak dalam kisah betapa Nabi Musa sangat antusias menuntut ilmu. Bahkan, meski kedudukannya saat itu merupakan nabi ia tak segan untuk terus menuntut ilmu.
Beliau bahkan bersedia menempuh perjalanan panjang demi bertemu sang guru. Beliau yang berstatus tinggi sebagai nabi, bahkan bersedia merendahkan diri dihadapan sang guru. Alasannya, karena ilmu memiliki kedudukan tinggi dalam Islam.

Allah berfirman dalam surah al-Mujadilah ayat 11, “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu (agama) beberapa derajat.” Banyak ayat yang menyatakan keutamaan ilmu dan kewajiban menuntutnya. Dalam hadis, Rasulullah pun sering mengingatkan umatnya untuk menuntut ilmu. Beliau pun menyatakan keutamaan ilmu bagi para Muslimin.

Dalam hadis riwayat Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari Abud Darda menceritakan bahwa Rasulullah bersabda, “Barangsiapa menempuh suatu jalan yang padanya dia mencari ilmu, Allah akan mudahkan dia menempuh jalan dari jalan-jalan (menuju) jannah dan sesungguhnya para malaikat benar-benar akan meletakkan sayap-sayapnya untuk penuntut ilmu.
Dan, sesungguhnya seorang penuntut ilmu akan dimintakan ampun untuknya oleh makhluk-makhluk Allah yang di langit dan yang di bumi, sampai ikan yang ada di tengah lautan pun memintakan ampun untuknya. Dan, sesungguhnya keutamaan seorang yang berilmu atas seorang yang ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan pada malam purnama atas seluruh bintang dan sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi dan para Nabi tidaklah mewariskan dinar ataupun dirham, akan tetapi mereka hanyalah mewariskan ilmu. Maka, barangsiapa yang mengambilnya sungguh dia telah mengambil bagian yang sangat banyak.”