Bandung, pikiran-rakyat.com
Adanya lembaga bimbingan belajar (bimbel) atau kursus-kursus sejenis, sesungguhnya tidak mencerdaskan siswa sebagaimana tujuan penyelenggaraan pendidikan nasional. Alasannya, dalam bimbel tersebut siswa cenderung dilatih atau di-drill untuk menjawab pertanyaan.
“Sungguh memprihatinkan, ternyata banyak orang tua yang bangga anaknya ikut bimbel,” kata pengamat pendidikan Prof. Pupuh Fathurrahman, di gedung Al Jamiah (rektorat- red.) Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati (UIN SGD) Bandung, kemarin.
Pupuh Fathurrahman mengatakan, bimbel yang kian semarak akhir-akhir ini cenderung tidak melatih siswa untuk belajar bertanya dan mencermati pertanyaan. Perilaku menjawab sebenarnya tidak memanusiakan manusia.
“Di sisi lain, adanya bimbel menghilangkan posisi penting lembaga sekolah. Buktinya, banyak orang tua yang marah jika anaknya bolos bimbel daripada bolos sekolah. Ya, sekolah seolah-olah adalah institusi pendamping bimbel. Ini kan salah kaprah,” tutur Pupuh Fathurrahman.
Seraya memaparkan sejumlah argumentasi filosofi pendidikan, Pupuh Fathurrahman berpandangan, budaya penyelenggaraan cerdas cermat di tengah masyarakat Indonesia juga kurang mendukung proses pencerdasan bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Pasalnya, acara cerdas cermat itu mengarahkan peserta didik pada kemampuan menjawab, bukan bertanya. Padahal, bertanya adalah perilaku berpikir yang tentunya lebih penting daripada perilaku lainnya.
“Sekarang ini buku kategori pelajaran bagi siswa sekolah yang paling laris adalah buku jawaban atas kumpulan soal, bukannya buku pertanyaan tanpa jawaban. Ini sungguh memprihatinkan masa depan dunia pendidikan Indonesia,” tutur Pupuh Fathurrahman yang sekretaris Senat UIN SGD ini.
Menjawab pertanyaan tentang upaya memajukan bangsa melalui penyelenggaraan pendidikan nasional yang kualitatif, Pupuh Fathurrahman berpendapat, perubahan bangsa bisa terwujud apabila aktivitas berpikir menjadi budaya masyarakat Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar