Rabu, 21 November 2007

Ketika Hidup Menuntut Pendidikan

Oleh : Sadri Sutrisna

KabarIndonesia - Di kala para orang tua sibuk mencarikan anak mereka playgroup, TK, ataupun SD, di saat itu pula mereka telah menaruh harapan besar terhadap masa depan anak mereka kelak. Biasanya pada saat itu, sebagian besar orang tua akan memilih sekolah yag terbaik untuk anak mereka. Tidak peduli kaya atau miskin, terpandang atau tidak, mampu atau tidak mampu, mereka akan berusaha.

Waktu demi waktu terus berlalu bak air yang mengalir mengikuti arah arus sungai. Tahap demi tahap pembelajaran di sekolah terus berkembang hingga tiba saatnya ujian akhir. Setelah itu, anak mereka kembali harus memnuntut pendidikan yang lebih tinggi yaitu SMP. Tapi apakah anak-anak yang sudah beranjak dewasa itu masih mampu memasuki sekolah terbaik seperti sekolah sebelumnya ketika banyak penghalang menantang di depan mata? Salah satunya adalah nilai UN, test sebelum masuk jenjang sekolah yang baru, biaya sumbangan pembangunan sekolah, SPP yang semakin tinggi, dll.

Jika sudah seperti ini, para orang tua akan merasa menyesal. Dan tidak jarang dari mereka menyalahkan anak mereka akibat salah satu penyebab tersebut. Tapi apakah mereka pernah berpikir bahwa anak pun tak ingin yang demikian. Akan tetapi, ada juga dari mereka yang berpikiran 'masa bodoh'. Sekolah yah sekolah. Kalau tak lulus masuk sekolah swasta. Susah amat.

Inilah yang menjadi suatu permasalahan besar dalam dunia pendidikan di Indonesia khususnya daerah-daerah yang jauh dari ruang jangkau pemerintah. Sedangkan nan jauh di sana, pemerintah sering menyorakkan, dan menggalakkan program wajib belajar 9 tahun. Jangankan melanjutkan pendidikan sampai tingjkat SMA dan Perguruan Tinggi, melanjutkan pendidikan di tingkat SMP saja masih sangat terbatas. Belum lagi sarana dan prasarana pendidikan yang tidak merata di seluruh wilayah Indonesia. Sebagai masyarakat, kita semua mengerti keadaan yang tidak memungkinkan untuk semua rencana pembanguna dilakukan secara serentak dan merata. Butuh perancangan yang bagus, waktu, dan dana yang diberikan secara bergilir dari satu daerah ke daerah lainnya. Tapi sampai kapan implementasi dari semua itu akan terlaksana di saat perkembangan kehidupan yang semakin menuntut pendidikan.

Pihak pemerintah pun sering menggalakkan program pemberantasan kemiskinan, buta aksara, dsb. Akan tetapi, akankah semua itu dapat berhasil jika tidak ada dasar yang kuat dari masyarakat yang ingin dirubah itu sendiri?

Tidak ada komentar: