Rabu, 16 Juli 2014

Catatan Kecil yang saya tahu dari pak Quraish Shihab, sepetuar masalah yang ditudingkan orang pada-nya

Saya bersyukur pernah di ajar oleh pak Quraish Shihab, baik secara langsung di bangku kuliah, ataupun tidak langsung lewat telaah buku dan mendengarkan tausiahnya.... Suatu waktu, saat beliau memberi kuliah di kelas kami, kami mencoba menanyakan kepada beliau tentang tafsir surat al-ahzab, ayat 59, dikaitkan dengan pernyataan mantan mentri Agama Munawir Sazdali yang menganggap Jilbab itu tidak wajib.
Beliau memberikan jawaban yang sangat santun, beliau tidak reaktif mengkafirkan orang yang berpendapat tidak wajib Jilbab, beliau mengatakan bahwa yang tahu hakekat ayat sebenarnya hanya pemilik firman, yakni Allah. Jika ada seseorang yang mengklaim pasti tafsirnya benar seauai yang dimaksud Allah, maka dia telah menganggap dirinya "sama" dengan Allah. Karena apa yang kita ucapkan oleh kita sendiri hanya kitalah yang tahu makasudnya. Beliau lalu menjelaskan berbagai tafsir berkaitan dwngan ayat tersebut. Lalu beliau menutup, kalau kita sendiri tdk bisa menjamin bahwa pendapat itulah yang sesuai kehendak Allah, maka untuk amannya sebaiknya kita berjilbab. Karena jika ayat ini tidak bermakna wajb, maka orang yang tdk memakai ataupun yang memakai tidak jadi masalah krn ayat ini tidak melarang memakai jilbab. Namun sekiranya ayat itu disisi Allah bermakna wajib jilbab, maka amanlah dengan memakai jilbab, dan celakalah orang yang tidak menggunakan jilbab.
Demikian sedikit kutipan dari kuliah beliau...
Dan aku menangkap kerendahan hati seorang yang memiliki kedalaman ilmu.

Terkait dengan penjelasan beliau yang dipelintir beberapa media "islam", seperti voa-islam, islammedia, saya ingin mengatakan bahwa d
ari penjelasan Guru Besar Ilmu Tafsir, Dokotor pertama bidang Tafsir pada Univ. Al-Azhar, dari Indonesia, bapak Prof. Dr. Muh. Quraish Shihab, saat menjelaskan salah satu hadits Rasul terkait apakah ada "jaminan" Allah terhadap seseorang masuk surga karena kebaikan amalnya. Ada beberapa pelajaran yang dapat diambil:
1. Pak Quraish menegaskan dirinya sebagai penganut aqidah sunni (ahlu sunnah wal jama'ah). Karena bagi sunni, persoalan masuk surga, adalah kewenangan mutlak Allah, kita beribadah dan mengabdi kepada Allah hanya mengharapkan ridho dan rahmat-Nya. Jika kita diridhohi dan dirahmati Allah, maka kita akan dimasukkan ke surga-Nya. Bagaimanapun besarnya amal perbuatan kita, belum sebanding dengan nikmat yang diberikan kepada kita. Konsep ini berbeda dengan pemahaman mu'tazilah, yang memberikan beban "wajib" bagi Allah membalas kebaikan hambanya.
2. Dengan hadits ini pak Quraish ingin menegaskan, bahwa manusia sealim, sekhusuk, sebaik dan sehebat apapun dia, dia tidak memiliki otoritas untuk mengatakan dirinya paling benar ke-Islamannya, paling dekat dengan Allah, paling tahu "isi hati" (maksud) Allah dan paling pantas masuk surganya, sedangkan kelompok atau orang yang tidak sefaham dengannya, ke-Islamannya belum "kaffah", dan jauh dari surga Allah.
Dalam hadits tersebut nabi menjadikan dirinya (orang yang paling baik, benar, mulia akhlaq dan prilakunya, dirinya menjadi tafsir hidup al-Qur'an, dst.), sosok yang tidak mendapat jaminan dirinya pasti masuk surga, dengan mengatas namakan Allah karena kebaikan-kebaikannya. Salah satu jaminan yang disampaikan rasul dalam hadits ini yang disebutkan pak Quraish, adalah jaminan mendapat "rahmat" dari Allah.
Yang mendengar penjelasan awal pak Quraish, lalu mematikan TV-nya, atau menutup telinganya dan mengunci hatinya, tidak akan "mendengar" penjelasan ini, lalu berteriak seperti orang mabuk...
3. Masyarakat kita, adalah masyarakat yang terbiasa dengan "atribut" kebaikan, keshalehan, keislaman yang dipertontonkan. Orang yang dianggap khusyu dan diterima sholatnya saat jidatnya hitam, sempurna keislamannya saat memanjangkan janggot, memakai sorban, menggunakan celana di bawah lutut, menggunakan kata (idiom) Arab, dan menghindari kata yang dianggap produk barat, dst... Lalu kadang mengabaikan subtansi ajaran agama yang damai, kasih-sayang, tidak saling menghujat, tidak mencari-cari aib saudaranya, tidak menebar fitnah, tidak sombong dengan kebaikan kecil yang dilakukan, tidak curang, tidak korup, tidak "menjual" ayat Tuhan untuk hasrat dirinya, dst....
Hadits yang disampaikan pak Quraish, untuk mengingatkan kita semua...


---- wallahu a'lam ----